Haru Biru Laut Ku
Oleh:
Nuraisyah Pohan
Jalesveva
Jayamahe
merupakan motto atau seruan yang dapat diartikan “dilautan kita jaya”. Motto
tersebut tentunya tidak berlebihan. Sebagai negara kepulauan terbesar didunia,
Indonesia memiliki kepulauan sebanyak 13.466 yang tersebar di seantero
nusantara dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote. Indonesia
patut berbangga hati atas titipan karunia illahi tersebut. Di dalam
lautnya yang biru terdapat terumbu karang yang beraneka ragam dengan laus
sekitar 75.000km2 yaitu sekitar 12–15%
dari total keseluruhan luas terumbu karang yang ada di bumi. Juga, dengan panjang garis pantai yang mencapai 81.000 km yang dilindungi
oleh ekosistem mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang.
Indonesia dilimpahi keanekaragaman hayati dengan mempunyai 2.500 spesies molluska, 2.000 spesies krustasea, 6 spesies penyu
laut, 30 mamalia laut, dan lebih dari 2.500 spesies ikan laut .
Namun
kita tidak bisa hanya memandangi dan terus–menerus menikmati hasil alam bawah
laut yang kita miliki. Kita selaku
pemilik mutlak atas apa yang ada dipermukaan tanah dan di dasar laut Indonesia,
harus berperan aktif menjaga keanekaragaman hayati yang kita miliki. Harus ada
tindakan nyata yang diperbuat. Hasil penelitian
oseonografi LIPI pada tahun 2013 yang mendirikan 1.135 stasiun pengamatan yang
tersebar diseluruh penjuru nusantara, menunjukkan bahwa 30,4% terumbu karang dalam keadaan rusak, 37,18% dalam kondisi
cukup, dan dalam kondisi baik 27,14 %, serta hanya 5,29 % dalam kondisi sangat
baik. Masyarakat
Indonesia tentu harus waspada atas persentase yang dirangkum oleh LIPI pada
tahun 2013 tersebut. Jika kita masih
saja tetap berleha–leha dalam menjaga kelestarian ekosistem laut,
tentu ramalan ataupun prediksi para ahli dalam kurun waktu 20 tahun mendatang
akan terjadi kerusakan terumbu karang sebesar 30% atau bahkan lebih parah. Hal
ini tentu menjadi sebuah catatan bergaris merah agar senantiasa bersama
diwaspadai oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia.
Hal–hal
yang dapat merusak ekosistem bawah laut khususnya terumbu karang yang paling
mengerikan adalah dampak dari pemanasan global. Pemanasan
global dapat meningkatkan suhu air laut sehingga dapat menyebabkan pemutihan
karang (bleaching) suhu optimum untuk pertumbuhan terumbu karang yang
baik adalah sekitar 26°-28° C.
Kenaikan atau penurunan suhu air laut dapat berakibat pada pertumbuhan terumbu
karang apabila suhu naik maka binatang karang yang merupakan partikel kecil
atau biasa disebut polip akan ikut mati sehingga terjadilah pemutihan (bleaching
). Proses pembentukan koloni terumbu karang memakan waktu ratusan hingga
ribuan tahun.
MAPALA UMSU dalam kegiatan Pelatihan Konservasi Terumbu Karang Tanggal 23-24 Mei 2014 di Perairan Pulau Sala Namo - Kabupaten Batubara |
Bibit Terumbu Karang Jenis Acropora telah berada di dasar laut. |
Sebagai
pemimpin CTI (Coral Triangle initiative)yang beranggotakan Indonesia,
Malaysia, Filiphina, Papua Nuigini, Kepulauan Salomon dan Timor Leste, Indonesia harus bekerja ekstra dalam upaya pelestarian
terumbu karang. Hal tersebut tampaknya sudah mulai memicu kesadaran masyarakat
tentang pentingnya menjaga ekosistem terumbu karang. Hal
tersebut dapat dirasakan dengan banyaknya aktivis lingkungan yang mulai mencoba
merahabilitasi ekostistem terumbu karang yang rusak. Upaya
pelestarian lingkungan tentu tidak dapat hanya merehabilitasi ataupun melakukan
transplatasi terumbu karang tanpa memberikan edukasi ataupun sosialisasi
kepada masyarakat tentang pentingnya terumbu karang. Dengan
jumlah penduduk Indonesia sekitar 249,9 juta jiwa dan 60 % warganya tinggal
didaerah pesisir sudah selayaknyalah elemen
masyarakat sadar akan potensi bahari.
Hutan
bakau, padang lamun dan terumbu karang merupakan satu kesatuan ekosistem laut
yang saling melengkapi. Terumbu karang dapat menahan gelombang tsunami, dan tak
kalah pentingnya terumbu karang menjadi rumah bagi ikan–ikan karang yang
beraneka ragam. Jika terumbu karang sehat tentu ikan akan menjadi banyak dan
tangkapan nelayan pun akan ikut melimpah jumlahnya. Padang
lamun yang juga merupakan ekosistem laut dangkal,
menjadi habitat ikan–ikan kecil dan udang, juga menjadi habitat favorit
dugong (ikan duyung). Dugong adalah
mamalia laut yang hampir punah. Padang lamun
juga bisa sebagai perangkap sedimen sehingga terhindar dari erosi. Dan yang tak
kalah pentingnya adalah hutan bakau
yang berfungsi menahan arus ombak laut maupun tsunami juga menjadi pengikat
tanah sehingga tidak tejadi abrasi. Rantai
kehidupan hutan bakau juga sangat kaya. Ikan,
kepiting hingga pengelolaan buah dan pohon bakau itu sendiri sangat menjanjikan
masyarakat untuk kehidupannya.
Sadar
potensi wisata, dengan keberagaman flora maupun fauna dalam ekosistem bahari
tentu menjadi destinasi yang sangat menarik. Mulai
dari menikmati pantai dibentangan nusantara, menghayati hutan bakau dan
habitatnya hingga menyelami lautan dan menyaksikan warna warni ikan karang dan
gugusan terumbu karang yang tak kalah molek, kita harus mampu menjaga dan
melestarikan laut Indonesi. Laut merupakan perjalanan terakhir air dari darat
sebelum menuju samudera. Laut tidak
pernah memilih benda apa saja yang dibawa oleh sungai. Laut
tidak bisa marah ketika sungai datang dengan limbah pabrik. Laut
tidak bisa marah pada sungai yang membawa limbah rumah tangga dari perkampungan
warga. Laut
tidak bisa marah pada pengusaha property yang membangun real estate
terlalu dekat dengan pantai. Laut tidak bisa
marah pada pabrik pengelolaan biji timah, pengeboran minyak,
reklamasi–reklamasi kawasan bakau. Laut
tidak bisa marah. Laut akan menerima segalanya. Ia
tahan semua dalam rengkuhannya yang menenangkan sampai batas ia akan murka pada
perlakuan manusia, akan ia tumpahkan sekaligus kemarahannya dalam bentuk
bencana alam.
Allah
swt telah berfirman “Dan dialah Allah
yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging
segar (ikan) dan kamu mengeluarkan dari laut itu perhiasan yang kamu pakai, dan
kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan)
dari karunia–Nya dan supaya kamu bersyukur.”
(An–Nahl: 14)
Manusia
ditempatkan dimuka bumi adalah sebagai pemimpin dan tiap–tiap kepemimpinannya
akan dimintai pertanggungjawaban di hari akhir. Apa yang ada dimuka bumi ini
akan mencukupi kebutuhan seluruh ummat manusia. Namun
akan kurang apabila harus dipaksa mencukupi ketamakan dankeserakahan manusia
itu sendiri. Mari bersama kita jaga kelestarian lingkungan mulai dari hal kecil
dan mulai dari diri sendiri.
Penulis adalah mahasiswa FISIP UMSU
Kabid Diklat Mapala UMSU 2014-2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar